Latar Belakang
A. Dasar Hukum
UUD 1945 Pasal 23
UUD 1945 Pasal 33
UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D
B. Tugas Pokok Dan Fungsi Kementerian Keuangan
”perumusan kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan di bidang Kekayaan Negara".
Berkedudukan sbg PENGELOLA BARANG MILIK NEGARA (implikasi UU No. 17/2003, UU No. 1/2004 dan peraturan pelaksanaannya terkait : dokumen kepemilikan, penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penilaian, dan pengamanan).
Perlunya penanganan secara lebih intens dan komperehensif mengenai kekayaan Negara.
C. MAKSUD:
Reorientasi Fungsi: Menangani secara khusus mengenai fungsi-fungsi terkait di bidang Kekayaan Negara dalam satu wadah, yaitu DJKN dalam rangka pelaksanaan fungsi fiskal pemerintah.
Revitalisasi Fungsi: penanganan kekayaan Negara dalam rangka mewujudkan optimalisasi penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan, peningkatan efektivitas dan profesionalisme pengelolaan, serta akurasi nilai kekayaan Negara.
D. TUJUAN:
Fokus pada penanganan Barang Milik Negara yang terdiri dari Pemerintah Pusat/Daerah dan BUMN/D
Efektif dalam pengelolaan dan/atau penanganan beban kerja;
Efisien dalam Keuangan Negara;
Optimal dalam menggunakan sumber daya (resourcess)
Tercapainya tujuan yang diharapkan sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
E. Ruang Lingkup
Tanah dan Bangunan yang termasuk dalam Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan.
a. Barang Milik Negara : Tanah dan Bangunan milik Kementerian, Badan, Lembaga, Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah.
b. Kekayaan Negara yang Dipisahkan : Tanah dan Bangunan milik BUMN/D
Ruang lingkup Tanah dan Bangunan adalah Wisma, Mess, Penginapan, Apartemen dan Perumahan Milik Negara yang terdiri dari Pemerintah Pusat/Daerah serta BUMN/D
Kerangka Pemikiran
A. Gambaran Umum
Salah satu konsep yang menarik dalam Pengelolaan Kekayaan Negara adalah tentang kondisi pengelolaan kekayaan Negara yang diinginkan. Pengelolaan kekayaan Negara perlu dilakukan secara proporsional dengan memberikan perhatian yang seimbang kepada faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor ekologi. Tanpa dapat dihindari bahwa ketiga dimensi tersebut bersifat mutual exclusive.
Dengan latar belakang tersebut dan dengan berasumsi bahwa lahan sebagaimana ruang lingkup dalam bab I tersebut diatas, maka lahan dapat dimanfaatkan dengan lebih mengakomodasi ketiga dimensi disebut di atas, tulisan ini bertujuan untuk mempresentasikan kerangka konseptual guna memahami pemanfaatan lahan yang dalam tulisan ini disebut pemanfaatan lahan multifungsional.
Pada saat ini, dapat dilihat banyaknya aset wisma, mess, penginapan, apartemen dan perumahan milik Negara (AWN/Aset Wisma Negara) yang secara tidak langsung hanya digunakan oleh instansi tertentu untuk tujuan tertentu misalnya pendidikan dan latihan, tempat tinggal dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya, tidak diketahui data yang dapat mendukung akan pemanfaatan secara maksimal atas AWN secara multifungsional.
Dengan tulisan ini diharapkan dapat membangkitkan diskusi atas pemikiran baru dan menjadi tantangan guna mencari pola pemanfaatan AWN yang lebih sensitif terhadap pluralitas masyarakat. Tak pelak lagi, DJKN yang dapat dikatakan setiap hari menangani masalah peruntukan lahan khususnya AWN-- berpotensi menjadi salah satu lembaga yang dapat membantu merealisasikan hal itu.
B. Gambaran Khusus
Pemanfaatan AWN secara langsung memiliki korelasi terhadap tugas, pokok dan fungsi Kementerian Keuangan RI yang dalam pelaksaan sangat berpengaruh terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) baik dari sisi Pembiayaan dan Penerimaan Negara.
Secara sekilas, dapat dipastikan bahwa anggaran setiap fungsi Negara dan Pemerintah yang memakai APBN dalam pemanfaatan lahan untuk AWN akan sangat kecil jika dibandingkan dengan anggaran tiap-tiap fungsi Negara dan Pemerintah. Dengan mencoba mengupas lebih dalam penggunaan APBN maka kita dapat mencoba menghitung APBN yang dikeluarkan pemerintah dalam aspek sebagai berikut :
1. Skema Alur Pemanfaatan AWN
Dari skema 1. Alur Pemanfaatan Lahan Milik Negara dapat digambarkan secara sederhana bagaimana korelasi AWN mempengaruhi pembiayaan yang harus dilakukan pemerintah.
Secara sederhana perhitungan biaya yang dikeluarkan setiap fungi Negara dan Pemerintah dipengaruhi oleh 6 (enam) faktor tersebut :
1. Biaya Pembelian Lahan
Tiap fungsi Negara dan Pemerintah meminta anggaran untuk pembelian lahan dengan tujuan memiliki lahan yang dapat digunakan secara ekslusif bagi kepentingan masing-masing.
2. Biaya Pembangunan
Setelah dilakukan pembelian lahan, maka fungsi terkait akan kembali meminta anggaran untuk pembangunan diatas lahan tersebut.
3. Biaya Renovasi
Kemudian secara berkala, maka akan ada biaya yang diambil dari APBN untuk melakukan renovasi terhadap AWN tersebut.
4. Biaya Pemeliharaan
Dapat dipastikan bahwa setiap tahun akan selalu ada anggaran Negara yang akan digunakan untuk pemeliharaan AWN tersebut.
5. Biaya Pendidikan dan Latihan
Sangat menarik memasukkan biaya pendidikan dan latihan pada biaya AWN. Hal didasarkan pada tujuan utama pembangunan AWN pada umumnya untuk tujuan pendidikan dan latihan.
Jadi sangat relevan jika memasukkan biaya pendidikan dan latihan dalam biaya bangunan milik Negara dengan terlebih dahulu melakukan perhitungan korelasi antara jumlah DikLat yang dilakukan oleh fungsi terkait dengan volumen penggunaan AWN.
6. Biaya lain-lain
Biaya lain-lain adalah biaya yang harus dikeluarkan pemerintah tersebut diatas dimana pemerintah tidak mendapat keuntungan atas biaya yang telah dikeluarkan.
Secara jamak diketahui, bahwa AWN dipakai oleh pihak Non-Pemerintah dengan melakukan pembayaran yang secara sederhana, pendapatan tersebut tidak masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Secara kasat mata, dapat diprediksi bahwa pengeluaran Negara yang diakibatkan oleh AWN mempunyai nilai yang sangat signifikan jika semua biaya dari tiap fungsi Negara dan Pemerintah disatukan dalam klasifikasi mata anggaran yang sama. Sedangkan di sisi pendapatan Negara, AWN sama sekali tidak diharapkan. Hal ini disebabkan adanya pemikiran bahwa AWN tidak berfungsi memberikan pemasukan kepada Kas Negara.
Pemikiran lainnya adalah biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk AWN tersebut dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat maka terjadi multiply economic effect yang lebih baik bagi perekonomian.
Sebagai contoh adalah disekitar Kompleks Departemen Keuangan RI Lapangan Banteng dan Wahidin banyaknya penginapan ataupun mess TNI dengan kondisi yang sangat kontras. Ada yang kurang layak untuk digunakan dan ada yang dalam kondisi sangat baik. Yang menjadi perhatian utama adalah tingkat pemanfaatan atas AWN tersebut dibandingkan dengan biaya dari APBN yang dikeluarkan untuk AWN tersebut.
Jika AWN tersebut dapat disatukan maka, ada kemungkinan Negara dapat melakukan sesuatu yang dapat memaksimalkan nilai dari AWN tersebut seperti sewa guna, sewa pinjam, ataupun lainnya yang mengedepankan multifungsional atas AWN sebagai bagian dari pendapatan Negara dan pelayanan pada masyarakat.
Contoh lain adalah Flat di Kompleks Lembaga Adiminstrasi Negara Pejompongan Jakarta. Dengan adanya flat yang baru, maka flat yang lama sudah tidak digunakan lagi. Sedangkan biaya-biaya atas flat lama masih diambil dari APBN. Flat tersebut disewakan secara terselubung dengan pemasukan kepada para petugas keamanan.
Paradigma Baru
A. Kerangka Umum
Saat ini belum terwujud adanya sistem Pengelolaan Kekayaan Negara yang komprehensif, terutama yang menyangkut inventarisasi Kekayaan Negara dari seluruh sektor. Kelemahan dalam inventarisasi Kekayaan Negara menyebabkan pemerintah tidak memiliki data Kekayaan Negara secara menyeluruh yang memadai. Selain itu Neraca Kekayaan Negara yang menggambarkan keadaan Kekayaan Negara sebenarnya belum dapat diwujudkan. Oleh karena itu akuntabilitas pengelolaan Kekayaan Negara masih sangat karena pelaporan nilai kekayaan negara sebagai hasil dari proses inventarisasi belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini menyebabkan best practise dalam bidang pengelolaan Kekayaan Negara belum dapat terwujud dalam rangka pengamanan Kekayaan Negara.
Pengelolaan Kekayaan Negara selama ini cenderung belum proposional. Suatu Pengelolaan Kekayaan Negara yang proposional dalam rangka mewujudkan pemanfaatan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat memerlukan keserasian antara tiga faktor, yaitu: (i) faktor ekonomi, (ii) faktor sosial, (iii) faktor ekologi.
Pengelolaan Kekayaan Negara saat ini masih lebih mengedepankan faktor ekonomi dari sisi pembiayaan dalam rangka mengejar pertumbuhan ekonomi semata-mata dan kurang terarah pada faktor sosial dan faktor ekologi. Ditambah dengan banyaknya anggaran yang terbuang sia-sia dan pertumbuhan ekonomi tersebut belum dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Ketimpangan dalam pengelolaan Kekayaan Negara ini menyebabkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sulit untuk diwujudkan.
Pembagian kewenangan yang tidak selalu jelas dalam pengelolaan Kekayaan Negara menimbulkan potensi konflik, baik antar sektor maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta BUMN/D. Hal ini disebabkan karena banyaknya peraturan perundang-undangan sektoral yang terkait dengan pengelolaan kekayaan negara yang belum didukung dengan koordinasi yang mantap, harmonisasi pengelolaan Kekayaan Negara, petunjuk yang jelas, dan pengawasan yang tegas
Kekayaan Negara meliputi dua cakupan, yaitu: domein publik dan domein privat. Kekayaan negara dalam arti domein privat yang merupakan ruang lingkup tulisan ini merupakan kekayaan yang dimiliki oleh negara, terdiri dari kekayaan negara yang dipisahkan dan kekayaan negara yang tidak dipisahkan yang bersumber dari pasal 23 UUD 1945 dan juga digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Aset Management
Konteks universal memberikan pengertian pengelolaan aset sebagai:
A resouces owned of controlled by an entriprises as a result of past event and from which some future economic benefit(s) can be expected to flow to enterprise. Ownership of an asset itself is an intangible. However, the asset owned may be tanggible or intangible (international valuation standar 2003)
Sumber daya yang dimiliki dan dikelola oleh sebuah perusahaan diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Sumber daya itu sendiri bisa berwujud tangible maupun intangible. Dalam konteks ini maka fungsi perusahaan diartikan menjadi fungsi negara.
Pemahaman manajemen aset lebih jelasnya sebagai berikut “ optimizing the utilization of asset in terms of service benefit and financial return” . Dengan demikian ada tiga perngertian yng harus dilakukan yaitu:
- meminimalkan biaya operasional
- memaksimalkan ketersediaan aset
- memaksimalkan kegunaan aset.
Untuk mencapai pengelolaan aset yang demikan diperlukan data yang akurat mengenai aset itu sendiri dan adanya usaha pengelolaan dan pengawasan atas penambahan, pergeseran, perubahan dan pengurangan atas multifungsional AWN yang terjadi.
Dengan demikan tujuan daripada pengelolaan aset itu sendiri adalah :
1. Menyediakan layanan yang dibutuhkan yaitu terfokus pada hasil dan tepat dalam penggunaan dan perawatan aset
2. Optimalisasi potensi layanan yang dihasilkan aset. Hal ini berupa pengembangan manajemen atas aset yang ada, fleksibilitas aset dan penggunaan skala ekonomis.
3. Maksimalisasi nilai aset dimana nilai dan manfaat aset harus dijaga serta pemilihan partnership yang sesuai.
4. Kontribusi pada penerimaan negara.
5. Pemenuhan responsibiltas dan akuntabilitas. Hal ini dapat terwujud karena ada kejelasan atas kepemilikan dan kontrol atas aset serta ada laporan pertanggungjwaban.
B. Kerangka Khusus
Dalam kerangka umum, mencoba memberikan paradigma baru tentang pemanfaatan atas AWN sebagai berikut :
2. Skema Alur Pemanfaatan AWN
Dalam skema 2, pemikiran sederhana adalah :
1. DJKN melakukan Inventarisasi Data atas lahan milik Negara yang mempunyai fungsi terkait dengan AWN dan jika memungkinkan dengan menghitung lahan kosong yang tidak digunakan oleh Negara.
2. Melakukan penelitian akan efisiensi dan efektivitas atas penggunan AWN secara multifungsional.
3. Melakukan klasifikasi ulang atas semua lahan milik negara sehingga tidak ada lagi AWN. Dalam hal ini semua AWN dikuasakan kepada DJKN dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) sebagai pengelola.
4. Membentuk BLU dalam mengelola AWN sehingga Negara dan Pemerintah dapat mengkontrol pemanfaatan atas AWN.
Dengan adanya skema seperti diatas, diharapkan DJKN dapat meningkatkan pemanfaatan Barang Milik Negara dengan multifungsional yang maksimal.
Pendalaman Skema 2
Poin 1
DJKN melakukan hal teknis sebagai berikut :
1. Inventrisasi data AWN tiap fungsi Negara dan Pemerintah.
2. Meminta data terbaru (Update Data) dari fungsi terkait.
3. Data-data dari fungsi terkait dilampirkan pula dengan :
a. Status Hukum atas lahan dan AWN
b. Harga Perolehan lahan dan AWN
c. Rekapan Renovasi dan Pemeliharaan AWN
d. Rekapan pemanfaatan dan penggunaan AWN
e. Rekapan penerimaan dana AWN
f. Rekapan semua Dik-Lat ataupun peningkatan SDM
4. Atas data yang dimiliki oleh DJKN dan data yang diberikan tiap fungsi Negara dan Pemerintah dilakukan perbandingan. Hal ini untuk melihat tingkat pemanfaatan AWN dari sisi biaya.
5. Membuat laporan atas hasil penelitian dokumen yang ada.
Poin 2
Atas data yang telah dibuat, DJKN melakukan :
1. Penilaian terhadap nilai AWN dalam lingkup Tanah dan Bangunan.
2. Penilaian terhadap prospek usaha jika AWN.
3. Melakukan penilaian SDM yang mendapat Dik-Lat di AWN dan yang Dik-Lat diluar AWN agar mengetahui perbandingan tingkat penggunaan atas biaya yang dikeluarkan oleh Negara telah maksimal digunakan untuk tiap fungsi Negara dan Pemerintah.
Poin 3
Agar lebih mudah melakukan pengawasan atas AWN maka pada masa mendatang tidak ada lagi AWN atas nama tiap fungsi Negara dan Pemerintah. Dalam hal ini, AWN hanya dinyatakan dalam beberapa alternatif penamaan seperti :
1. Untuk Lembaga, Badan dan sebagainya disebut sebagai Wisma Negara 1 s.d n
2. Untuk Kementerian disebut sebagai Wisma Pemerintah 1 s.d n
3. Untuk Pemerintah Daerah disebut sebagai Wisma Daerah 1 s.d n
4. Untuk BUMN/D disebut dengan Wisma Perseroan 10/20 s.d n
Dan dalam lingkup klasifikasi, DJKN juga memberikan pertimbangan atas AWN dengan kondisi :
1. Dimasukkan dalam usaha BLU
2. Disewakan
3. Dimanfaatkan sebagai perkantoran oleh instansi yang membutuhkan.
Poin 4
Setelah dilakukan persiapan yang matang, maka AWN akan diserahkan pada BLU yang dibentuk oleh pemerintah. Hal ini agar pengeluaran dan pendapatan yang dikeluarkan dari APBN dapat terukut secara lebih akurat.
Keuntungan dari adanya penyatuan AWN tersebut adalah :
1. Masyarakat dapat mengukur dengan lebih akurat atas pengeluaran dan pemasukan Negara dari PNBP. Sehingga tercipta transparansi dan akuntabilitas dan pengelolaan aset Negara.
2. Pengelolaan AWN secara profesional dengan dibentuknya BLU akan memperingan beban pengeluaran Negara dan juga meningkatkan kinerja dari AWN.
3. Memperbanyak lapangan kerja dengan mengurangi faktor-faktor KKN dalam pengelolaan AWN karena seluruh pendapatan AWN lebih terukur.
4. Semakin terbukanya hubungan lintas sektoral baik dari sisi pimpinan maupun staf yang diharapkan terciptanya hubungan pribadi yang semakin baik dan terbukanya informasi dari masing-masing fungsi agar meningkatkan kinerja dan persaingan secara positif.
Metodologi Penelitian
Untuk penelitian ilmiah mengenai AWN dapat dilakukan oleh Direktorat Penilaian Kekayaan Negara untuk melakukan perhitungan sesuai dengan disiplin ilmu yang diterapkan dalam menghitung AWN.
Perhitungan yang penting terhadap AWN adalah :
1. Perhitungan terhadap kondisi lahan, tanah dan bangunan sesuai disiplin ilmu penilaian untuk mengetahui secara pasti nilai AWN yang dimiliki Negara.
Hal ini juga berguna dalam mengukur aset milik Negara secara lebih memadai.
2. Atas AWN tersebut dilakukan juga penelitian ilmiah mengenai Penilaian Usaha atas AWN.
Hal ini penting dalam menghitung kemungkinan Negara mendapatkan penerimaan dari aset Negara yang selam ini dianggap sebagai faktor pembiyaan.
Dengan menghitung prospek AWN, pangsa pasar, trend ekonomi dan bagaimana AWN dalam dijadikan sebagai jaminan atas surat-surat berharga yang dikeluarkan pemerintah dalam mendorong pertingkatan ekonomi.
Penutup
Tujuan akhir dari pengelolaan AWN dan perencanaan pengeluaran dan penerimaan Negara pada pokoknya adalah efektivitas dan efisiensi APBN, optimalisasi dari anggaran serta korelasi penerimaan Negara yang tersedia dengan terlaksanannya asas-asas dalam pengelolaan AWN. Sebelum ada aturan yang jelas, pengelolaan AWN dan Keuangan Negara adalah dua hal yang berbeda, tanpa memiliki hubungan sedikitpun. Masing-masing berjalan sendiri tanpa ada sebuah aspek legal yang menjembataninya.
Seiring dengan dengan perubahan/reformasi di bidang keuangan, kedua hal yang terpisah tersebut mendapat tempat dalam sebuah kerangka regulasi yang saling mendukung. Dengan demikian pengelolaan AWN menjadi salah satu bagian integral dari sebuah proses peningkatan Keuangan Negara. Menjadi dalah satu bagian karena masih banyak bagian lain dari pengelolaan Aset Milik Negara yang belum bersentuhan dengan Keuangan Negara. Sebuah pencapaian aspek legalitas yang baik guna merealisasikan best practice dalam asset management.
Ketika sudah pada tahap saling berkaitan, diharapkan tercapai sebuah efisiensi, efekfivitas, transparansi, akuntabilitas dan optimalisasi dalam pengelolaan AWN dalam kaitannya dengan perencanaan Keuangan Negara yang dibuat.
Akhir kata, hubungan baik antara pengelolaan AWN dan Keuangan Negar sudah dimulai dalam sebuah kerangka aspek legalitas yaitu berdirinya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Semoga hubugnan ini menghasilkan sebuah penciptaan asas funsional, asas kepastian hukum, asas transparansi, asas efisiensi, asas akuntabilias dan asas kepastian nilai Kekayaan Negara.
gtp 16 jan 07
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment