Sunday, July 8, 2007

SPV

Special Purpose Vehicle (SPV)


Pengantar

Akhir-akhir ini banyak kritikan terhadap kinerja perbankan nasional khususnya terhadap bank-bank BUMN yang dilakukan oleh praktisi keuangan ataupun lembaga-lembaga pemerintahan. Hal ini sehubungan dengan adanya kredit macet yang biasa disebut Non Performance Loan (NPL) dengan jumlah yang cukup signifikan di bank-bank BUMN. Dan NPL ini bertambah banyak akibat dampak adanya perubahan terhadap peraturan Bank Indonesia nomor PBI No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20 January 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva. PBI yang baru tersebut mengatur dengan sangat rinci bentuk-bentuk asset dan juga lembaga-lembaga independen yang terlibat dalam pengukuran kualitas aktiva. Serta mengatur pula kategori pinjaman dengan lebih terperinci, sehingga penggolongan kredit pun menjadi lebih jelas, karena bukan hanya dilihat dari termin pembayaran, tetapi juga melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepastian terhadap pinjaman yang dilakukan oleh debitur. Dengan adanya perubahan peraturan terhadap kualitas aktiva, maka jumlah NPL pun meningkat dengan tajam.

Atas banyaknya kritikan yang diterima oleh bank-bank BUMN terhadap tingginya NPL yang ada di bank, maka pihak bank-bank BUMN pun memberi tanggapan dengan cara beragam sebagai alternatif penyelesaian terhadap NPL yang ada. Salah satu alternatif yang memberikan keseragaman adalah adanya permintaan agar dibentuk Special Purpose Vehicle untuk mengatasi banyaknya NPL. Seakan-akan terbentuk opini di pihak bank-bank bumn bahwa dengan adanya SPV maka persoalan NPL yang dihadapinya dapat diatasi dengan lebih mudah.

SPV sendiri merupakan wacana baru dalam perbankan Indonesia, dimana selama ini pihak-pihak yang menyoroti bank-bank BUMN tidak memberikan alternatif melalui model SPV. Saat ini dengan bergulirnya ide tentang berdirinya SPV yang dilakukan oleh bank-bank BUMN, banyak pihak menunggu perubahan apa yang akan terjadi dalam perbankan nasional dan apa dampaknya terhadap peningkatan kinerja bank-bank BUMN tersebut. Walapun sampai saat ini baik Departemen Keuangan sebagai pemegang saham dan juga BI sebagai regulator moneter belum menunjukkan tanggapan secara serius terhadap ide yang dilontarkan mengenai SPV.

Dalam perbankan internasional, SPV sudah cukup dikenal secara luas sebagai salah satu alternatif dalam penyelesaian masalah NPL. Hal ini dapat dilihat dengan adanya SPV di berbagai negara seperti Germany, Swiss, Philipina, Singapore, Pakistan dll. Sehingga pengertian mengenai SPV perlu dipublikasikan secara luas untuk memperluas pengetahuan mengenai perbankan.





Definisi

Special Purpose Vehicle (SPV), jika dilihat dari namanya adalah seperti kendaraan khusus yang digunakan untuk tujuan tertentu. Dalam dunia perbankan, SPV adalah suatu alternatif yang digunakan oleh pihak perbankan dalam menyelesaikan permasalahan NPL yang cukup signifikan dan mempengaruhi keuangan suatu negara. Salah satu contoh adalah di Swiss, dimana perbedaan konsep loan dalam perbankan swiss turut mengalami masalah yaitu adanya penurunan likuiditas yang mempengaruhi perputaran keuangan negara. (Lampiran IV)

SPV adalah suatu bentuk yang bisa dijadikan suatu badan dalam bentuk corporation,trust,partnership atau limited liability company (Lampiran I). Maksud dari hal tersebut adalah sebuah SPV tidak akan dibatasi oleh bentuk atau kemasan yang menaungi maksud dan tujuan dari makna kata SPV di dunia perbankan. Bahkan sebenarnya SPV pun dapat terbentuk tanpa adanya badan hukum yang memayunginya. Yang terpenting dalam adalah adanya peraturan dan ketentuan yang mengikat semua pihak yang terkait untuk menjaga independensi SPV dalam melaksanakan tugas yang diberikan dan kesamaan paham dari pihak-pihak yang terkait. Di beberapa Negara, seperti Filipina, dasar hukum pembentukan dan pelaksanaan SPV diatur oleh kongres sehingga SPV bertanggung jawab penuh kepada parliament negara Filipina. Sedangkan di Pakistan, Singapore, SPV langsung dibawah regulator moneter. Dan di Swiss SPV berada dibawah pengawasan regulator fiskal yang dijalan oleh praktisi-praktisi bisnis dinegara tersebut. (Lampiran III)

Dan secara badan hukum yang berdiri independen, SPV tidak akan pernah dan tidak boleh mengalami kerugian dalam menjalankan kegiatannya. Mengapa ? Karena semua biaya yang dikeluarkan oleh SPV akan ditanggung oleh pihak-pihak yang terkait didalamnya seperti bank, lembaga keuangan (LK), investor dll. Dan atas semua kegiatan yang dilakukan SPV secara keuangan dan perdagangan mendapat garansi dari lembaga-lembaga keuangan independen yang terlibat seperti Finance Consultant, Appraisal, Tax Consultant dll.

Tujuan dari didirikan SPV adalah untuk dapat meningkatkan likuiditas dari bank-bank yang memiliki NPL. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan penjualan surat-surat berharga dengan jaminan asset-asset yang termasuk dalam kategori NPL bank tersebut.

Pihak-Pihak Terkait

Secara umum, pihak-pihak yang terkait dengan SPV adalah :

1. Bank
Pihak bank yang memiliki NPL akan melakukan verifikasi atas kategory NPL yang dapat diserahkan ke SPV agar dilakukan penjualan surat-surat berharga dengan jaminan asset-asset dari debitur NPL.
Atas surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh SPV maka pihak bank berkewajiban untuk membayar segala kewajiban kepada SPV maupun investor.
Atas penilaian terhadap usaha debitur yang NPL, pihak bank berkewajiban menggunakan LK untuk melakukan penilaian dan memberikan proposal penawaran terhadap aset yang dijadikan jaminan kepada SPV agar dapat dijual dalam bentuk surat berharga.
Dan untuk melakukan penjualan surat berharga atas aset debitur, maka pihak bank harus mempunyai jaminan bahwa atas usaha yang dimiliki oleh debitur, pihak bank dapat mengatur dan mempunyai otoritas penuh terhadap usaha yang dimiliki oleh debitur yang akan dilakukan oleh LK.

2. Financial Institution (Lembaga Keuangan)
Lembaga Keuangan (LK) mempunyai tugas memberikan jaminan kepada pihak bank terhadap kinerja debitur NPL, bahwa usaha yang sedang dijalankan oleh debitur dapat memberikan hasil yang maksimal dan dengan dilakukan penjualan surat-surat berharga atas jaminan asset yang dimiliki debitur NPL, maka pihak bank dapat memperoleh keuntungan dan akan sanggup membayar kewajiban-kewajibannya kepada investor.
Tugas dari LK sangat berat. Hal ini karena LK harus mampu menghitung dengan cermat nilai dari asset yang bukan hanya dihitung dari harga asset tersebut dipasaran (market price) dan juga harga pembelian (historical cost) tetapi juga harus mampu menilai asset tersebut dengan nilai yang akan mungkin dicapai atas pemanfaatan asset tersebut. Selain hal tersebut LK juga harus mampu melakukan managemen usaha secara kontinyu untuk menjamin bahwa usaha debitur akan mengalami perubahan yaitu peningkatan performance usaha debitur baik tingkat produksi dan keuntungan.
Atas asset yang dimiliki debitur NPL, maka LK harus mampu melakukan split dan swap agar dapat menentukan dengan pasti komposisi jenis surat berharga yang akan memberikan keuntungan yang maksimal kepada investor dan juga bank. Maka dalam hal ini, pengalaman LK dalam melakukan managemen keuangan dan juga finance engineering sangat dibutuhkan. (contoh Lampiran V dan VI)

3. Investor
Investor adalah salah satu pihak yang penting dalam kegiatan yang dilakukan oleh SPV. Investor yang akan melakukan penilaian tersendiri atas penawaran yang diajukan oleh SPV dengan jaminan dari pihak LK bahwa pihak LK dapat memberikan keuntungan bagi investor. (Lampiran I Quote ‘strategic adverse selection problem’)

4. Pemerintah (Gov’t)
Gov’t mempunyai peran penting dalam tugas yang dilaksanankan oleh SPV. Gov’t secara tidak langsung akan mendapatkan keuntungan dari berjalannya kegiatan SPV jika dilakukan dengan baik. Keuntungan yang di peroleh Gov’t adalah stimulasi ekonomi baik secara micro and macro, masuknya investasi ataupun cairnya capital yang dimiliki oleh investor, meningkatkan tingkat perputaran uang sehingga gov’t dapat menjaga stabilitas ekonomi dengan mengatur kebijakan moneter dan fiskal lebih baik karena stagnasi akibat rendahnya perekonomian berkurang dengan adanya SPV.
Dalam SPV. Gov’t juga mempunyai kewajiban untuk memayungi SPV dalam bentuk peraturan-peraturan yang mengacu pada Good Coorporate Governance (GCG) dan juga memberi kepastian terhadap investor asing yang akan masuk terhadap kepastian hukum. Gov’t juga memberikan insentif terhadap transaksi yang dilakukan SPV seperti insentif pajak, jangka waktu pembayaran kewajiban, keamanan dll.


Karakteristik SPV

1. Independen
Dalam mekanisme pelaksanaan, SPV harus bersifat independen, tidak boleh ada conflict of interest dari pihak-pihak yang terkait dengan penugasan SPV seperti bank, LK, investor maupun pemerintah. Hal ini untuk menjamin bahwa transaksi atas surat-surat berharga dijual sesuai dengan harga ekuilibrium tanpa terjadi distorsi. Dan semua karyawan yang terlibat dalam program SPV tidak boleh berasal dari pihak bank atau investor.

2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup SPV hanya dibatasi pada NPL yang mempunyai jaminan asset di bank. Jadi NPL yang terjadi tanpa adanya jaminan seperti Kredit Tanpa Agunan (KTA) tidak bisa masuk dalam program SPV. Dan jumlah NPL yang dimasukkan dalam program SPV mempunyai batasan maksimal dihitung sesuai perbandingan NPL dan likuiditas yang dimiliki oleh bank dan atau asset-asset bank selain likuiditas.
Hal ini diperlukan jika terdapat kendala yang mengakibatkan NPL yang ikut dalam program SPV mengalami kerugian, sehingga pihak bank dapat membayar kewajibannya sesuai perjanjian kepada investor.

3. Jangka Waktu
Program SPV harus mempunyai jangka waktu pelaksanaan. Hal ini diperlukan karena SPV adalah sebuah program yang bersifat sementara (temporary) sehingga harus ditentukan jangka waktu pelaksanaan dari program SPV. Alasan dari hal tersebut diatas adalah diharapkan dengan adanya SPV maka tingkat analisa dan evaluasi terhadap pemberian kredit oleh bank semakin baik sehingga NPL akan semakin berkurang, demikian juga NPL yang ada dapat dikurangi. Dan SPV juga harus dapat di evaluasi oleh sebuah badan pengawas seperti DPR, Depkeu atau BI. Dengan adanya jangka waktu, dapat pula diketahui kinerja dari program SPV apakah memang bermanfaat bagi perkembangan ekonomi macro.

4. Insentif
Dalam program SPV, pihak-pihak yang terkait mendapat kompensasi timbal balik atas transaksi yang dilakukan. Sebagai contoh yang pertama adalah insentif pajak. Dalam hal terjadinya transaksi, maka pihak penjual dan pembeli mendapat insentif pajak dalam bentuk pengurangan tarif pajak dari tarif pajak yang berlaku normal. Contoh kedua adalah berkurangnya biaya-biaya lainnya yang harus ditanggung oleh investor dan pihak bank dalam bertransaksi seperti pengurangan prosedur dari yang berlaku umum sehingga dapat mengurangi waktu dan biaya yang harus dikeluarkan.

5. Kendala
Dalam pelaksanaan program SPV terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh SPV terutama yang berlaku di suatu negara untuk investor. Sebagai contoh :
a. Peraturan dan kebijakan pemerintah
Undang-undang dan peraturan yang berlaku bisa menjadi suatu barrier bagi investor untuk menanam uang dalam program SPV. Misalnya peraturan mengenai Tanah dan Bangunan. Tiap negara mempunyai peraturan yang berbeda mengenai Tanah dan Bangunan, yang menjadi bahan pemikiran investor adalah jangka waktu investasi dan jangka waktu memiliki Tanah dan Bangunan di suatu negara untuk pemanfaatannya. Sebab jika suatu usaha gagal dan terjadi perubahan fungsi usaha diatas Tanah dan Bangunan tersebut akan memakan waktu berapa lama dalam pengurusannya sampai kembali dapat berusaha secara aktif dan memberi keuntungan bagi investor. Ataupun Undang-undang mengenai perburuhan yang berlaku disuatu negara apakah benar-benar dapat menjamin investasi dapat dibayar tepat pada waktu. Dan juga tentu saja peraturan perpajakan yang pasti sangat diperlukan oleh investor.

b. Social Culture
Social Culture suatu negara sangat mempengaruhi tingkat investasi. Social culture merupakan faktor yang tidak dapat diprediksi secara pasti, tetapi investor tetap menginginkan adanya standar deviasi dari social culture masyarakat dimana usaha tempat investor menanam capital dapat aman dari kendala akibat dari social culture sebuah populasi. Sebagai contoh adalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara terkorup didunia, berarti secara general masyarakat international mengenal masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang suka korup, yang berarti berapapun capital yang di invest, kemungkinan besar ada dana yang diselewengkan. Hal ini menyebabkan investor asing enggan untuk menanam capital di Indonesia.

c. Gov’t Guarantee
Jaminan dari Gov’t dalam bentuk keamanan, hukum dan keuangan. Semua investasi asing disuatu negara tentu saja memerlukan jaminan yang pasti dan berlaku sama bagi semua pihak.

d. International Standards
Bank-bank, Lembaga Keuangan dan Pemerintahan suatu negara harus benar-benar memenuhi standard yang ditetapkan secara international agar investor dapat diyakinkan untuk menanam investasi disuatu negara. Sebagai contoh, badan penilai/appraisal apakah memenuhi standard international dalam melakukan penilaian, apakah bank-bank yang ikut program SPV memenuhi standard international dalam pengelolaan dan mekanisme keuangan dll.

6. Mekanisme SPV
 Lampiran I Hal 15 dan 16
 Lampiran III Hal 2









gtp 24/11/05
Mane Nobiscum Domine

No comments: